Thursday, November 26, 2015

Membongkar Mitos Gaya Belajar (1)


Baca juga: Membongkar mitos gaya belajar (2)

Apakah anda lebih suka belajar dengan melihat? Bagaimana kalau dibandingkan belajar dengan mendengarkan orang bicara? Atau sambil bergerak dan melakukan aktivitas secara fisik? 

Sebagian besar dari Anda mungkin sudah pernah mendengar pertanyaan-pertanyaan ini. Sebagian mungkin sudah pernah mencoba mengisi kuesioner atau kuis yang memuat pertanyaan-pertanyaan serupa. Di balik pertanyaan-pertanyaan semacam ini adalah gagasan bahwa tiap individu memiliki "gaya belajar" yang unik. 

Ada banyak model atau teori tentang gaya belajar, dan yang saya gunakan sebagai contoh di sini hanyalah salah satunya. Menurut model tersebut, gaya belajar dapat dikelompokkan berdasarkan indera yang kita sukai untuk mencerna informasi. Gaya belajar "visual" mewakili preferensi untuk mencerna informasi melalui mata, sedangkan gaya belajar "auditori" melalui telinga dan gaya belajar "kinestetik" melalui indera gerak. 



Model VAK ini dikembangkan lebih lanjut oleh Fleming, yang membedakan antara gaya belajar "visual" dan "read/write". Kedua gaya belajar ini senang menggunakan mata untuk mencerna informasi, namun jenis informasinya berbeda. Gaya belajar visual lebih suka informasi berupa gambar, diagram, dan visualisasi lain. Gaya belajar read/write lebih suka membaca informasi dalam bentuk verbal (simbol bahasa). Keempat gaya belajar ini dikenal dengan akronim VARK. 

Gagasan gaya belajar tampaknya sangat populer. Di database artikel ilmiah Google Scholar, kata kunci "learning styles" akan memberi anda lebih dari 400 ribu hits, sedangkan kata kunci "gaya belajar" akan menghasilkan sekitar 7700 hits. Artikel populer tentang gaya belajar ada lebih banyak lagi: lebih dari 5 juta artikel dalam bahasa Inggris, dan sekitar 322 ribu dalam bahasa Indonesia!



Dan memang, banyak orang tampaknya ingin tahu tentang gaya belajarnya sendiri. Website VARK, misalnya, mengklaim bahwa dalam rentang tiga bulan saja (Januari - Maret 2015), kuesionernya telah diisi hampir 75 ribu kali! (http://vark-learn.com/introduction-to-vark/research-statistics/) Saya juga kenal beberapa pendidik dan institusi pendidikan yang secara rutin meminta siswanya mengisi kuesioner gaya belajar. 

Sebenarnya wajar bila gagasan gaya belajar demikian populer. Siapa yang tidak percaya bahwa cara belajar tiap orang itu berbeda-beda? Saya sendiri lebih senang belajar dengan membaca. Preferensi kedua jatuh pada melihat gambar dan visualisasi, daripada dengan mendengarkan, apalagi sambil beraktivitas fisik. Sebagian besar dari anda pun merasa memiliki gaya belajar tertentu. Selain itu, gaya belajar ini juga tampaknya sejalan dengan gagasan populer lain, yakni bahwa bagian-bagian otak tertentu memiliki fungsi yang berbeda-beda.  



Melihat popularitasnya, pertanyaan yang penting dikaji adalah apakah cara kita belajar dan mengajar sebaiknya disesuaikan dengan gaya belajar kita atau siswa kita? Apakah siswa bergaya belajar visual akan meningkat prestasinya bila ia lebih banyak belajar dengan melihat gambar? Apakah guru yang kelasnya didominasi siswa bergaya belajar kinestetik sebaiknya lebih banyak menggunakan tarian atau olah raga dalam mengajar? 

Bagi para pelopor konsep gaya belajar, jawabannya tentu ya. Jika tidak, bagaimana mungkin kuesioner dan pelatihan gaya belajar demikian laris? Untuk apa orang mau berbondong-bondong membeli kuesioner dan membayar berbagai pelatihan gaya belajar? 

Mengubah metode belajar dan mengajar sesuai gaya belajar bukanlah keputusan yang sepele. Upaya itu pasti menyedot sumberdaya, yang berarti mengalihkan sumberdaya dari upaya lain. Karena itu keputusan tersebut hendaknya tidak semata-mata didasarkan pada popularitas. Yang dianggap benar oleh banyak orang tidaklah selalu benar. Kepercayaan publik kadang hanyalah mitos yang justru perlu dibongkar. 

Dan dalam hal ini, beberapa peneliti psikologi telah menunjukkan bahwa klaim tentang sinergi gaya dan strategi belajar/mengajar sesungguhnya berdiri di atas fondasi yang rapuh. Tulisan saya selanjutnya akan mengulas bukti-bukti ini

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...